Oleh : muhammad subahillah
Email : muhammadsubahillah@gmail.com
Kaderisasi sekali lagi...
"Segala bentuk perubahan harus selalu dimulai dari pendidikan".
(Fazlur Rahman)
Sejatinya pendidikan memang menjadi eskalator bagi seorang manusia untuk menjalani keutamaannya sebagai manusia. Perubahan itu tentunya menjadi lebih baik dari sebelumnya, bukan sebaliknya. Dalam hal ini pendidikan menjadi penentu dari kualitas hidup manusia (kita) atas hidup yang telah lalu, kini dan nanti. Tanpa pendidikan kita tidak akan pernah tahu mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah. Dekadensi moral dan banyaknya tingkat pengangguran itu tak lepas dari gagalnya pendidikan itu sendiri. " Dasar pendidikan kita adalah kepatuhan, bukan pertukaran pikiran" mungkin begitu mendiang Rendra mengungkapkan kemarahannya atas pendidikan di negeri ini.
Dalam PMII, pendidikan itu mewujud kaderisasi. Jembatan perbaikan kualitas diri kader PMII tergantung pada pakem kaderisasinya. Seberapa lama pun kita memperbicangkan kaderisasi kita tidak akan pernah selesai. Karena memang kaderisasi berawal dari simpul yang tak pernah punya akhir. Kaderisasi memiliki wujud perkembangannya sendiri. Kaderisasi harus mampu menjawab sekian tantangan peradaban dan semestinya relevan dalam konteks kekinian. Karenanya dia (kaderisasi) tak akan pernah selesai dibahas.
Kaderisasi merupakan metode paling dini untuk kita meramal masa depan diri kader diluar konteks yang bersifat kodrati ilahiah. Pernahkah sahabat meramalkan mantan seorang ketua umum bakal menjadi orang yang gagal dalam "survival of the fittest" hidup ini? Tidak, kita selalu memprediksi, mantan seorang ketua umum Insya Allah memiliki masa depan yang cerah. Setidaknya dengan itu bisa jadi parameter bahwa kita meyakini adanya kebenaran kaderisasi sebagai eskalator kualitas hidup diri kader terlepas dari takdir yang telah menjadi kodrat dari kader itu sendiri. Bukan berarti yang diluar ketua umum tidak memiliki kualitas yang sama dengan ketua umum, karena ini hanya contoh. Semua kader akan memiliki kapasitas kemampuan intelektual dan kepekaan sosial yang sama dengan ketua umum jika kaderisasi yang dijalankan itu baik dan relevan atas realitas yang terjadi.
Bagaimanakah rayon saat ini? Pertanyaan yang begitu mengganggu saya selama ini. Pada dasarnya saya memang tidak memiliki tanggung jawab langsung untuk hal ini. Tapi saya begitu resah atas kondisi rayon saat ini. Bolehlah kita narsis atas pencapaian besar sahabat Akhmad Sugiyono dan Artha Purdiansyah yang telah berhasil menjadi orang nomor satu di PMII Jember dan PMII Universitas Jember. Mereka adalah kader PMII Rayon Fakultas Ekonomi. Mereka salah satu simbol keberhasilan kaderisasi yang diakui dan diapresiasi oleh warga pergerakan se-Jember atau yang lebih luas lagi. Bolehlah kita berbangga atas dominasi intelektual dan kekuasaan yang kita miliki di kampus saat ini. Tapi sampai kapankah kita akan mendengung-dengungkan prestasi itu? Bukankah waktu terus berlalu dan simbol pun akan segera memfosil?
Dari titik inilah kita akan berpijak menatap kaderisasi yang secara terus menerus akan kita jaga kualitasnya. Baik kualitas sistem maupun pelakunya (pengurus). Pencapaian-pencapaian itu akan mampu kita rumat dan kita reproduksi secara terus menerus jika kita mampu menjaga sistem kaderisasinya. Dan kemauan pengurus untuk terus belajar dan mendengarkan tiada henti akan menjadi kunci moderasi keilmuan dalam hal kaderisasi. Kesadaran belajar dan memperbaiki diri pada pengurus itu akan berpengaruh secara simultan terhadap kualitas kader yang dihasilkan.
Sebagai rujukan, runtuhnya kejayaan HMI Komisariat Ekonomi dalam dominasi intelektual dan kekuasaannya di kampus itu tak lepas dari kegagalan kaderisasi di tubuh internalnya. Setidaknya ada beberapa faktor yang melatarbelakangi itu semua. Pertama, kekuasaan yang besar di kampus telah membuat mereka lupa akan sistem kaderisasi di internalnya. Mereka terlalu bangga dengan prestasi-prestasi mereka mengalahkan PMII dalam wilayah persaingan antar organisasi, sehingga cenderung melupakan basis kaderisasi di internalnya. Kedua, penurunan kualitas kaderisasi pada generasi selanjutnya menjadi awal perpecahan di tubuh internal kader-kader HMII saat itu. Sehingga kader-kadernya pun terbentuk menjadi faksi-faksi yang saling menyalahkan tanpa adanya upaya perbaikan bersama. Konsentrasi kaderisasi pun hilang arah. Dan yang ketiga, moralitas kader HMI pun mulai menurun. Untuk hal ini saya bukannya mau melakukan justifikasi, tapi kasus hamil diluar nikah yang terjadi pada salah satu pengurusnya merupakan cerminan dari itu sendiri. Nauzdubillahi Minzdalik. Semoga ini tidak pernah terjadi di PMII. Disaat yang bersamaan Rayon Ekonomi bangkit dengan gairah-gairah kaderisasi yang progresif dan tanpa disadari oleh HMI. Sehingga pada saat PMII mampu membalikkan keadaan, mereka hanya bisa kaget dan bersedih. Sampai sejauh ini pun mereka masih belum bisa kembali sehat. Prestasi intelektual dan legitimasi kualitas yang dimiliki HMI pun hilang, dan sampai tujuh tahun ini belum bisa kembali. Harga yang mahal untuk sebuah kebanggan dan kelupaan.
Untukmu sahabat-sahabatku (pengurus), maukah kalian berinvestasi kebanggaan dan kelupaan seperti mereka? Mungkin kita tidak akan mengalaminya secara langsung. Tapi tanpa kalian sadari kalian juga akan ikut sedih jika hal itu terjadi di Rayon Ekonomi. Marilah kesadaran itu kita rajut bersama. Marilah kita sadari bahwa polemik di intra terjadi karena kita tidak pernah selesai dalam hal kaderisasi. Egoisitas kelembagaan antara intra dengan rayon adalah salah satu output dari belum selesainya kita dalam mentransformasikan nilai-nilai dan ideologi PMII ke dalam tubuh dan kader kita. Turunnya kesadaran pengurus dalam mengemban amanah kaderisasi itu tak lepas dari laku kita dalam kaderisasi itu pun sendiri. Karena permasalahan di intra maupun pengurus itu hanyalah output dari sistem dan kualitas kaderisasi yang dijalankan. Jangan pernah lelah untuk belajar dan berpikir. Iqro', begitulah Allah memerintahkan Muhammad dalam memperbaiki kualitas hidup kita. Merubah zaman jahiliyah menjadi zaman yang penuh keadaban. Membaca merupakan kunci bagi kita untuk lebih peka pada realitas, mungkin ini sudah langka di rayon tapi tak ada kata terlambat untuk memulainya kembali. Dan berpikir merupakan salah satu wujud rasionalitas dalam membedah gejala-gejala yang terjadi. Ilmuwan-ilmuwan Islam seperti Ibnu Sina, Ibnu Khaldun, Al Kindi, Al Farabi, Ibnu Rusy, dst, adalah sederetan orang Islam yang sanggup mendialektikkan antara iqro' dan berpikir untuk menjelaskan relasi antara manusia, alam dan Tuhan. Bagi kader PMII silahkan dialektikakan antara hasil dari membaca dan berpikir untuk sebuah konsep kaderisasi yang berkualitas dan emansipatoris.
Perlu diketahui, sekarang kita masuk pada zaman imajinologi, dengan aktor utama adalah "citra" atau image. Benda nyata justru "tidak nyata", karena yang "lebih nyata" adalah "citra" atau image-nya. Inilah yang pernah disebut sebagai hyperreal oleh Baudrillard. Jangan sampai kalian terjebak pada hal itu. Salah satu cara untuk membendungnya adalah dengan cara membaca. Kesadaran kritis harus senantiasa dibangun pada diri kader PMII, entah itu pengurus maupun non pengurus. Pendidikan (kaderisasi) merupakan salah satu media merawat kekritisan kader. Dalam PMII ada banyak buku pedoman, ada Pendidikan Kritis Transformatif, Merebut Kekuatan Perubahan, serta Multi Level Strategi. Mari kita baca dan kemudian kita kritisi sehingga sistem kaderisasi yang lahir pun akan kontekstual dan relevan dengan kebutuhan kader. Tentunya tanpa merubah standard kualitas yang ada, layaknya yang sudah sering dipakai sahabat-sahabati dalam rangka menutupi kemalasan diri untuk terus belajar dan berpikir. Boleh berbangga atas pencapaian prestasi kalian saat ini, tetapi harus selalu diimbangi dengan kualitas yang terus menerus diperbaiki. Boleh berbangga atas citra atau image rayon dengan kaderisasi yang berkualitas tapi jangan pernah lupakan substansi yang mengawali prestasi itu sendiri, yaitu kaderisasi.
Dzikir, Fikir, Amal Shaleh...
Phochetz generasi biru
Kolom
Arsip
- Mei 2016 (1)
- Januari 2014 (1)
- Juli 2013 (1)
- Juni 2013 (3)
- Mei 2013 (7)
- Maret 2013 (7)
- Februari 2013 (1)
- Januari 2013 (13)
- Desember 2012 (4)
- November 2012 (21)
- Mei 2012 (3)
Kotak
Rekening Alumni PMII Fakultas Ekonomi
Bank : BRI
No. Rekening : 0872.01.023276.53.2
An. Alumni PMII FEB UNEJ
Partisipasi dan Donasi Sahabat Sahabati untuk Pengadaan Sekretariat Permanen
" Tangan Terkepal dan Maju ke Muka"
Bank : BRI
No. Rekening : 0872.01.023276.53.2
An. Alumni PMII FEB UNEJ
Partisipasi dan Donasi Sahabat Sahabati untuk Pengadaan Sekretariat Permanen
" Tangan Terkepal dan Maju ke Muka"
Yang dapat saya simpulkan dari tulisan diatas ialah, jangan pernah lalai ketika kita sedang berada diatas, karena ketika kita lalai maka kehancuran yang akan didapat
BalasHapusterimakasih