Sejarah Kelahiran PMII

PMII lahir atas sebuahkesadaran dari kader NU, khususnya mahasiswa, akan pentingya sebuah organisasi mahasiswa yang akan memperjuangkan kepetingan NU dengan kaca mata mahasiswa.
Awal mula benih organisasi mahasiswa NU dimotori sebuah ikatan Mahasiswa yang bernama Ikatan Nahdlotul Ulama (IMANU) di Jakarta tahun 1955. IMANU ternyata tidak berjalan mulus. Berbagai kalangan NU termasuk pula IPNU (waktu itu masih Ikatan Pelajar Nahdlotul Ulama’) menentang kelahiran organisasi tersebut.

IMANU dianggap akan menghambat proses pertumbuhan IPNU yang baru saja di bentuk . Tepatnya pada tanggal 24 Februari 1954 melalui konferensi Besar Lembaga pendidikan Maarif Se-Indonesia di Semarang. IPNU yang baru saja di deklarasikan berhasil mempersatukan semua sekolah-sekolah umum, madrasah-madrasah, pesantren juga kalangan mahasiswa. Di sisi lain keberadaan mahaiswa NU sendiri masih relatif sedikit jumlahnya. Di samping itu PBNU sendiri menentang keras adanya IMANU tersebut. Setelah itu IMANU tidak lagi terdengar gaungnya.
Dalam Muktamar II IPNU di Pekalongan tanggal 1-5 Januari 1957 dan Muktamar IPNU III di Cirebon tanggal 27-31 Desember 1958, ide untuk membentuk sebuah organisasi mahasiwa diusung kembali meski hasilnya tetap sama. Namun pada Muktamar di Cirebon disetujuinya penbentukan sebuah Departement Perguruan Tinggi yang diharapkan menjadi sarana menuju tujuan. Meski belum sepenuhnya bisa menjadi sebuah alat konkrit bagi organisasi mahasiswa NU.
Tahun 1960, tanggal 14-17 Maret diadakan konferensi besar I IPNU di Kaliurang. Dalam Konbes disetujui dibentuk organisasi mahasiswa NU. Kesepakatan ini diambil melali pertimbangan uraian dari ketua Departement Perguruan Tinggi NU, Ismail Makky dan ketua I pimpinan pusat IPNU, M.S Harotot B.A konferensi di Kaliurang menghimbau agar pembentukan organisasi ini nantinya dipersiapkan secara matang sehingga secara organisasi dan administrasi benar-benar terlepas dari IPNU.
Pasca Konbes di Kaliurang, dibentuk sebuah panitia sponsor yang akan menjadi pendiri organisasi. Panitia ini diresmikan di surabaya :
1.       S. Chalid Mawardi (Jakarta)
2.       M. Sa’id Budairi (Jakarta)
3.       M. Sobeeh Ubaid (Jakarta)
4.       M. Makmun Syukri BA (Bandung)
5.       Hilman (Bandng)
6.       H. Ismail Makky (Yogyakarta)
7.       Munshif Nachrowi (Surakarta)
8.       Nurilhuda Suaidi BA (surakarta)
9.       Laili Mansjur (Surakarta)
10.   Abd. Wahab Djaelani (Semarang)
11.   Hizbullah Huda (Surabaya)
12.   M. Chalid Marbuko (Malang)
13.   Ahmad Husein (Makasar)

Mereka ini diberi batas waktu selama satu bulan untuk dapat melaksanakan musyawarah mahasiswa NU se-Indonesia.
Dalam pelaksanaan menuju musyawarah, dua orang dari tiga belas panitia, Hizbullah dan M. Said Budairi, pada tanggal 19  maret 1960 bertandang ke idham kholid. Dari tokoh NU ini dua orang tersebut mendapat landasan-landasan pokok musyawarah. Idham khalid juga melaksanakan agar orang-orang yang dibentuk itu nantinya merupakan kader partai yang sesungguhnya.
Tangal 14-18 April 1960, musyawarah mahasiswa NU se-Indonesia terlaksananya di Wonokromo, Surabaya. Tepat 1 bulan pasca Konbes di Kaliurang musyawarah ini dihadiri oleh wakil-wakil dari Jakarta, Yogyakarta, Surakarta, Surabaya, Semarang, Malang, juga senat-senat Mahasiswa di Perguruan Tinggi NU di Indonesia.
Musyawarah tersebut memutuskan didirikannya PMII sebagai kelanjutan dari Departemen Perguruan Tinggi IPNU . Dalam musyawarah ini juga berhasil disusun Peraturan Dasar Program Kerja PMII. Juga berhasil disusun Peraturan Rumah Tangga PMII yang nantinya akan diserahkan ke Pimpinan Pusat PMII. Pada musyawarah tersebut terpilih H. Mahbub Djunaidi sebagai pimpinan umum, A. Chlid Mawardi sebagai ketua I dan M, Said Budairi sebagai sekertaris umum. ketiga orang ini diminta untuk segera menyusun kepengurusan pusat secepatnya.
Peraturan dasar PMII yang berhasil disusun pada musyawarah di Surabaya segera diberlakukan pada tanggal 17 April 1960. Pemberlakuan ini pun dinyatakan hari lahir PMII dan dideklarasikan di Balai Pemuda Surabaya.
Selain konteks historis, ada banyak faktor yang mempengaruhi kelahiran PMII, pertama, faktor psikologis. kedua, faktor politik. Ketiga, kader-kader NU yang berada di Organisasi Mahasiswa HMI, tidak mendapat porsi yang sepatutnya, sehingga proses pengkaderan untuk kader-kader partai NU tidak bisa maksimal; sekali lagi faktor politis. Ke-empat, HMI yang selama ini menjadi wadah berprosesnya kader-kader muda NU untuk berorganisasi menunjukkan kecenderungan terhadap golongan tertentu (kapitalis/pro pembangunan proyek USA) yang berseberangan dengan NU; faktor ideologi. Sehingga mendirikan sebuah organisasi mahasiswa NU menjadi sebuah keharusan.
Konggres pertama PMII dilaksanakan pada tanggal 23-26 Desember 1961 di Tawangmangu. Kongges ini menghasilakan sikap dan pendirian yang didasari bahwa Islam adalah Undang-Undang Tuhan yang menuntun orang –orang berakal sehat untuk kebaikan taraf hidup mereka di dunia dan di akhirat

Independensi PMII-NU
Salah satu momentum sejarah PMII yang membawa moment sejarah penting bagi perjalanan PMII selanjutnya adalah dicetuskannya Deklarasi Independensi Munarjati pada 14 Juli 1972. lahirnya deklarasi ini berkaitan dengan situasi politik nasional, ketika peran partai politik dikebiri , bahkan peran parpol dalam pemerintahan sedikit-semi sedikit dan mulai dihapuskan.
NU yang saat itu notabene parpol juga merasakan dampaknya. Hal inipun dirasakan oleh organisasi dependennya termasuk PMII. Ditambah lagi dengan komando pemerintah agar mahasiswa back to campus.
Dengan kondisi semacam itu PMII mencari alternatif baru dengan tidak mengikuti partai manapun. Setelah melalui pertimbangan yang mendalam khususnya tentang keterlibatan PMII dalam politik praktis, akhirnya pada musyawarah besar (Mubes) II tanggal 14-16 Juli 1977, PMII mencetuskan Deklarasi Independensi di Munarjati Lawang Jawa Timur pada masa kepengurusan sahabat Muhammad Zamroni periode  kedua (1970-1973)
Sejak dikumandangkan deklarasi ini PMII menjadi organisasi yang bebas menentukan kehendak dan idealismenya tanpa harus berkonsultasi dengan organisasi manapun, termasuk NU.
Namun demikian delam pasang surut hubungan PMI-NU sikap independensi ini senyatanya tidak pernah bisa dijalankan secara terpisah secara total. Hal ini dikarenakan  ada ikatan nilai, prinsip, kesejahteraan dan basis kultural serta garis Aswaja yang sama dengan NU. Terlebih ketika NU telah kembali ke khittah dan tidak lagi menjadi partai politik.

Interdependensi PMII-NU
Insyaf dan sadar bahwa dalam menjalankan perjuangan harus ada tolong-menolong, Ukuwah Islamiah serta harus mencerminkan prinsip-prinsip umat yang baik oleh karena itu PMII malakukan kerjasama. Karena antara PMII dan NU mempunyai persamaan dalam persepsi keagamaan dan perjuangan, visi sosal dan kemasyarakatan, maupun ikatan historis. Maka untuk menghilangkan keraguraguan serta saling curiga dan untuk melakukan kerjasama program secara kualitatif dan fungsional, baik malalui program nyata atau pun penyiapan sumber daya manusia.
PMII telah meningkatkan hubungan dengan NU atas dasar prinsip berkedaulatan organisasi penuh, interdependesi, dan tidak ada intervensi secara kelembagaan, serta prinsip mengembangkan masa depan Ahlussunnah Wal Jamaah Indonesia. Maka pada Konggres X tanggal 27 Oktober 1991 di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta dihasilkan Deklarasi Interdependensi PMII, deklarasi ini merupakan simbol hubungan PMII-NU yang terpisah secara struktural namun bersatu secara kultural.

0 komentar:

Posting Komentar