Oleh : Qoni Triadi (IESP 2012)
Indonesia yang terkenal dengan negra agrarisnya sampai saat ini masih belum bisa lepas dari masalah pangan di negaranya sendiri, negara Indonesia yang sebagian besar masyarakatnya bekerja dibidang agraris masih belum mampu mengembangkan teknologi pangan yang berkelanjutan untuk pemenuhan pangan. Hal ini jika dibiarkan terus menerus akan membebankan dimasa akan datang dan berdampak kumulatif yang merugikan terhadap berbagai segi kehidupan berbangsa dan bernegara. Secara teknis yang menyebabkan krisis pangan ialah SDM yang kurang bisa dikembangkan, melihat juga kualitas teknologi pangan yang terbelakang dibandingkan negara-negara lain, hal ini akan mempengarui hasil panen petani yang nantinya harga-harga komoditi pangan menaik tajam, akhir-akhir ini masalah hortikultura yang juga membebankan APDN akibat defisit neraca perdangan di sektor hortikultura sebesar 69% atas harga berlaku dari tahun 2009 hingga 20011. Dengan demikian negara harus membayar defisit atas ketimpangan ekspor impor hortikultura. Produk pertania Indonesia yang tidak dapat bersaing di negaranya sendiri semakin memiskinkan petani lokal.
Jejaraing agribisnis merupakan gagasan untuk mengusahakan pembangunan industri pangan berbasis Ilmu pengetahuan dan teknologi yang berskala mikro demi mengusahakan ketersediaan pangan dunia. Upaya yang dilakukan mulai dari skala terkecil dalam wilayah untuk pengembangan wilayah yang berwawasan agroindustri dan agropolitan dengan tersedianya seluruh aspek-asep pendukungnya. Masalah kekuranagan pangan tidak pernah bisa diatasi dengan cara bercocok tanam yang konfesional tetapi dengan teknoloogi yang bisa menghendaki ketercukupan panganKetahanan pangan tidak hanya didukung dengan teknologo dan SDM yang memadai, tapi peran serta budaya akan makan juga harus andil dalam memenuhi ketahnan pangan.
Tantangan untuk menciptakan ketahanan pangan yang mengarah kepada kedaulatan pangan pada masa-masa mendatang akan terasa berat, kalau pangan di Indonesia tidak ditangani secara serius. Data impor pertanian yang makin membengkak dibandingkan dengan ekspornya sangatlah berbahaya bagi perekonomian Indonesia. Misal data impor dari Kemendag tentang makanan dan minuman pada tahun 2009 senilai US $ 2.510.396.014 dan tahun 2011 naik fantastis menjadi US $ 4.871.648.004 (naik 73,74 %), sementara ekspor tahun 2009 senilai US $ 2.785.369.709, tahun 2011 naik hanya menjadi US $ 3.454.058.139 (28,13 %). Kalau pada tahun 2009 neraca perdagangan makanan dan minuman mengalami surplus, tahun 2011 telah menjadi defisit, demikian juga kiranya untuk tahun 2012.
Krisis pangan kadang bisa berujung rusuh sosial. Seperti pengalaman bangsa ini. Peristiwa kekerasan, kerusuhan, penjarahan dan lain-lain yang pernah terjadi antara lain, dalam batas tertentu, disebabkan karena adanya kekurangan pangan. Pangan tak lagi sekedar komoditi daging, tapi telah menjadi komuditi politik. Cabe dan daging sapi misalnya, kini cendrung menjadi debat politik yang tidak lain juga merupakan tindakan politisasi pangan[1]( Franciskus Weliran dalam bukunya “Revitalisasi Republik:Perspektif pangan dan kebudayaan).
Masalah pangan yang tak lepas dari masalah politisasi baru- baru ini adalah masalah produk hortikultura dalam kaitannya kebijakan safeguard produkpertanian di Indonesia olehmentri perdangan yang menyebabkan banyak kecaman dari berbagai negara didunia yang dinilai merugikan negara importir yang tergabung dalam organisasi dagang dunia WTO, Akibat kebijakan pembatasan ini, AS melaporkan Indonesia kepada WTO karena dinilai merugikan AS dalam kegiatan Ekonomi dunia (Kompas.com).
Menurut detikfinance 2013 (Nurhidayat, 2013) Ketentuan soal pemasukan produk hortikulturan ditetapkan dengan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 15/Permentan/OT.140/3/2012 dan Permentan Nomor 16/Permentan/OT.140/3/2012. Dua Permentan itu mengubah Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) yaitu Permentan Nomor 89/Permentan/OT.140/12/2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 37/Kpts/HK.060/1/2006 tentang Persyaratan Teknis dan Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Buah-Buahan dan/atau Sayuran Buah Segar Ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 90/Permentan/OT.140/12/2011 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Pertanian Nomor 18/Permentan/OT.140/2/2008 tentang Persyaratan dan Tindakan Karantina Tumbuhan Untuk Pemasukan Hasil Tumbuhan Hidup Berupa Saturan Umbi Lapis Segar Ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia. Ketentuan itu awalnya akan berlaku 19 Maret 2012 namun diundur hingga 19 Juni 2012.
Pemerintah melakukan pembatasan impor terhadap beberapa produk holtikultura mulai Januari 2013 sampai Juni 2013. Sedangkan 13 produk holtikultura yang diatur, diantaranya, kentang, kubis, wortel, cabai, nanas, melon, pisang, mangga, pepaya, durian, bunga krisan, bunga anggrek, bunga heliconia. Dengan adanya kebijakan pengetatan impor hortikultura tersebut, hanya negara yang memiliki Country Recognition Agreement (CRA) dengan Indonesia yang boleh memasukkan hortikultura. Sejauh ini, hanya Australia, Kanada, Amerika Serikat, dan Selandia Baru yang mempunyai itu. Namun, meskipun sudah mempunyai CRA, Amerika Serikat tetap menggugat Indonesia atas kebijakan pengetatan impor produk holtikultura dan daging sapi yang diterapkan pemerintah Indonesia. Kebijakan tersebut dianggap telah merugikan petani dan peternak di Amerika Serikat karena itulah Amerika serikat akan membawa perasalahan ini pada panel sengketa perdagangan untuk selanjutnya ke tingkat WTO.
AGROINDUSTRI yaitu perusahaan yang memproses bahan nabati (yang berasal dari tanaman) atau hewani (yang dihasilkan oleh hewan). Proses yang digunakan mencakup pengubahan dan pengawetan melalui perlakuan fisik atau kimiawi, penyimpanan, pengemasan dan distribusi. Produk Agroindustri ini dapat merupakan produk akhir yang siap dikonsumsi ataupun sebagai produk bahan baku industri lainnya (Austin:1981)
Agroindustri dan Agropolitan ini saling bersinergi dimana agropolitan adalah suatu kawasan yang memengembangkan komuditi pertanian tertentu dimana komuditi ini sebagai sektor primer dari sebuah pembangunan yang nantinya akan bergulir pada sektor sekunder yang memberikan margin lebih dari komuditi pertania ini dan pada akhirnya akan lebih menambah margin dari suatu barang pada sektor tersier. Dalam pembangunan sebuah wilayah yang berbasis wilayah agraria harus memperhatian dua sektor tersebut yaitu Agropolitan dan Agroindustri untuk membuat suatu barang bisa bersaing di Pasar.
Negara Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang berkembang dengan perekonomian yang masih agraris, ternyata masih perlu ditransformasikan menuju kearah Industrialisasi yang berbasis pertanian. Karena sektor sekunder atau sektor industri ini diyakini sebagai sektor yang mampu memimpin sektor-sektor lain menuju kearah perekonomian yang lebih modern. Dengan demikian Indonesia diharapkan mampu memodernisasikan perekonomiannya dan menjadi salah satu negara industri baru dibidang agro Industri. Hal ini penting karena banyak negara sedang berkembang yang kurang meyadari bahwa kemajuan sektor industri harus seiring dengan sektor-sektor lainnya, dan utamanya sektor pertania, maka dari itu perlunya pengembangan daerah Agropolitan pun harus di rencanakan secara matang muali dari hal yang fital dahulu karena melihat terbatasnya anggaran negara untuk pengembangan-pengembangan hal yang semacam ini yang nantinya akan menjadikan wilayah ini mandiri dan dapat melalukan pembangunannya sendir. Dengan sektor pertanian yang maju sangat diperlukan sektor Industri yang menunjang sektor primer dan tersier. Dengan demikian diharapkan kebijakan yang ditempuh pemerintah dapat mewujutkan mekanisme saling mendukung antar sektor industri dan pertanian.
Salah satu indikator dari tingkat industrialisasi adalah sumbangan sektor agroindustri dalam GDP yang masih relatif kecil, dari ukuran ini jika dibandingkan negara-negara di Asia Indonesia masih tertinggal cukup jauh. Dari segi ukuran mutlak sektor industri di Indonesia masih sangat kecil , bahkan kalah dengan negara-negara kecil seperti Singapura, Hongkong dan Taiwan.
Peranan sektor Industri dalam pembangunan adalah memberikan margin atau nilai tamabah faktor-faktor produksi. Pada dasarnya peranan sektor industri dalam pembangunan dikembangkan menjadi startegi industri yang meliputi strategi industri subtitusi impor (SISI) atau impor subtituion dan strategi industri promosi ekspor (SIPE) atau export pomotion.
Perspektif Pangan di Inodesia Jilit I : Agroindustri
Perspektif Pangan di Inodesia Jilit II : Agropolitan
Perspektif Pangan di Inodesia Jilit III : Agribis
Perspektif Pangan di Inodesia Jilit IV : Ekonomi Pertania
Perspektif Pangan di Inodesia Jilit V : Minapolitan
Daftar Pustaka
- Subandi, 2011, Sistem Ekonomi Indonesia,Bandung: ALFABETA
- Welirang, Franciscus, 2007, Revitalisasi Republik: perspektif Pangan dan Kebudayaan, Jakarta Selatan: Gafindo Khazanah Ilmu
[1] Franciskus Weliran dalam bukunya “Revitalisasi Republik:Perspektif pangan dan kebudayaan”
0 komentar:
Posting Komentar