Oleh : Artha Purdiansyah
“Hanya melalui kesatuan
bangunan dalam bingkai organisasi yang utuhlah, proses kaderisasi pada
setiap jengjang level pengkaderan akan berjalan maksimal serta mampu
memberikan jawaban akan kebutuhan dan permasalahan pengkaderan dewasa
ini”
Idiom diatas barangkali dapat dijadikan renungan dan
evaluasi bersama akan pentingnya percepatan perubahan dan penyesuaian
terhadap tantangan kondisi dinamika masyarakat kekinian baik ditingkatan
lokal, regional maupun nasional yang menuntut PMII untuk selalu
mencari, memikirkan, dan membuat bangunan formulasi baru yang tepat
terhadap kaderisasi dalam konteks adaptasi perubahan. Kondisi ini
menuntut PMII untuk selalu membangun solidaritas internal sebagai upaya
untuk mewujudkan bangunan kaderisasi yang kokoh, sebagai bagian dari
jawaban PMII terhadap tantangan perubahan tersebut .
Forum
pertemuan kaderisasi nasional yang diadakan PB PMII pada awal tahun 2012
lalu, memberikan sebuah gambaran terhadap kondisi warga pergerakan
(baca:PMII) dalam potret kaderisasi serta kontribusi output yang
dihasilkan dewasa ini. Sahabat Dwi Winarno (Ketua Kaderisasi Nasional)
pada saat itu menyampaikan bahwa PMII belum mampu menjawab tantangan
yang hadir ditengah-tengah masyarakat. Ditengah-tengah berkembang
pesatnya pembangunan dan tuntutan perubahan dewasa ini, kader-kader PMII
belum mampu mengisi ruang-ruang kosong dalam merebut perubahan terebut.
Tantangan ini yang harus mampu ditangkap oleh setiap kader, agar pada
saatnya nanti PMII tidak tertinggal oleh perubahan, dimana sebagaimana
hal tersebut selalu hadir sebagai sebuah jawaban atas keluhan kader
dalam setiap periode kepengurusan ditingkatan rayon, komisariat, maupun
cabang nantinya. Sebab jika kita potret lebih dalam lagi masih banyak
ruang-ruang yang seharusnya mampu diisi oleh kader-kader PMII melalui
proses kaderisasi yang terkonsep dan berjenjang.
Produk
serta formulasi kaderisasi PMII yang telah terskema dengan sistematis
dan konseptual belum mampu diterjemahkan dan dipahami secara tuntas oleh
kader-kader yang memiliki tanggung jawab dalam setiap proses kaderisasi
pada tingkatan level organisasi di PMII. Sehingga dewasa ini yang
sering terjadi pada tataran basis kader adalah semangat militansi dan
loyalitas kader terkesan semu dan tak terarah, yang disebabkan oleh
kurang maksimalnya transformasi dan internalisasi nilai-nilai ke PMII an
pada kader melalui formulasi kaderisasi yang ada.
Universitas
Jember (UJ) sebagai salah satu kampus umum negeri yang berada di
wilayah timur pulau jawa hadir di tengah masyarakat Jember sebagai
bentuk partisipasi masyarakat untuk mengangkat kesejahteraan warga
Jember melalui berdirinya lembaga pendidikan tinggi. Semangat perubahan
yang dicitakan masyarakat Jember melalui pendidikan pada akhirnya akan
menciptakan multiplier effect bagi terwujudnya masyarakat Jember yang
sejahtera.
Berangkat dari bangunan history dan filosofis
lembaga pendidikan tersebut, mahasiswa sebagai bagian civitas akademika
yang ada dalam lembaga pendidikan tersebut harus mampu memberikan
kebermanfaatan melalui output yang dihasilkan dari sayap-sayap keilmuan
fakultatifnya dengan kajian ilmiah dan pendampingan pada masyarakat
secara berkelanjutan. Sebagai bentuk pengabdian pada masyarakat dan
tanggung jawab keilmuan mahasiswa pada perubahan dan kontrol sosial.
Mahasiswa dan PMII merupakan bagian yang saling berkaitan dan tak
terpisahkan. Sebab berawal dari mahasiswalah kita mengenal dan menjadi
kader PMII serta berangkat dari ruang-ruang ilmiah dibangku kuliahlah
kita diperkenalkan oleh berbagai khasanah wawasan sebagai bekal keilmuan
dan modal pengembangan sayap gerakan serta kaderisasi. Input inilah
yang nantinya harus mampu diolah dan dimaksimalkan melalui konsepsi dan
formulasi kaderisasi yang telah terskema dengan sistematis agar output
kader dan alumni yang dihasilkan nantinya mampu memiliki andil dalam
menjaga eksistensi organisasi dan penguatan sayap-sayap gerakan untuk
mengisi dan merebut ruang-ruang perubahan dalam menciptakan civil
society.
Kaderisasi dikampus umum
Model dan formulasi
kaderisasi yang dilaksanakan pada proses internalisasi nilai dan
pembentukan karakter kader PMII pada level basis kader memiliki
karakteristik dan kultur yang berbeda-beda menyesuaikan dengan kondisi
lingkungan dan tipologi karakter mahasiswa pada tingkatan lembaga serta
fakultatif tertentu. Tahapan mengurai dan menganalisa lebih dalam ini
pada akhirnya nanti akan membantu pengurus pada tiap level lembaga dalam
menentukan metode, saluran dan arahan output yang ingin dicapai melalui
proses kaderisasi tersebut.
Berangkat dari kompleksitas
kondisi tersebut, metode kaderisasi yang dijalankan sahabat-sahabat
pengurus rayon maupun komisariat memiliki kultur karakteristik dan
tantangan yang lebih kompleks dibandingkan dengan yang ada pada
kampus-kampus yang berlatar belakang Islam. Hal ini menjadi tantangan
tersendiri bagi sahabat-sahabat pengurus untuk lebih inovatif dan
progresif dalam menjalankan agenda kaderisasi pada setiap lembaganya.
Kekayaan bidang kajian keilmuan yang terdapat dikampus umum, dengan
hadirnya bermacam fakultatif keilmuan yang beragam dan secara khusus
mempelajari disiplin ilmu tertentu sebaiknya dapat dijadikan modal dasar
pengurus untuk dapat memaksimalkan potensi fakultatif tersebut melalui
pemetaan dan program pengembangan potensi akademik kader agar dapat
dimaksimalkan pada ruang-ruang implementasi keilmuan yang terdapat
ditiap jenjang lembaga.
Pengembangan potensi-potensi tersebut
diatas akan mampu dijadikan salah satu ruang implementasi nilai yang
didapat pada proses pengkaderan di PMII melalui lembaga-lembaga akademik
maupun minat bakat kemahasiswaan yang berada di kampus (baca:ormawa).
Selain dari pada itu, penanaman nilai-nilai keIslaman dan pemahaman
akan kePMIIan harus mampu disesuaikan dengan porsinya melalui ruang
kaderisasi non formal dan ruang-ruang kultural yang ada. Sehingga
pemahaman akan nilai-nilai tersebut dapat tersampaikan secara
kontekstual maupun tekstual dan akan lebih lunak penyampaian juga
pemahamannya serambi mengatur ritme pengkaderan pada tingkatan yang
selanjutnya.
Berawal dari bangunan tersebut, PMII pada
akhirnya akan mampu menjawab tantangan yang hadir dalam konteks kekinian
dengan pergeseran pola pikir dan tingkah laku mahasiswa terhadap
pemahaman pentingnya berorganisasi, dengan memberikan jawaban atas
kebutuhan mahasiswa.
Menemukan formulasi kaderisasi
PMII
Komisariat Universitas Jember secara umum, jika dilihat dari hirarki
organisasi memiliki struktur lembaga yang hampir merata pada setiap
fakultatif. Secara kelembagaan PMII Komisariat UJ memiliki 7 Rayon yang
tersebar menurut fakultatifnya. Berdasarkan kuantitas pada bulan
kaderisasi di PMII Komisariat UJ (September-November), anggota yang
mampu terjaring dan mengikuti jenjang pendidikan formal mapaba dalam
setiap periodenya mencapai 200 anggota menjadikan Universitas Jember
menjadi PMII Komisariat kampus umum yang memiliki kuantitas kelembagaan
maupun anggota yang besar, baik ditingkatan lokalitas maupun nasional.
Alumni yang tercetak melalui pendidikan formal dibangku perkuliahan
dan melalui proses penanaman nilai pada proses pengkaderan di PMII pun
juga tak kalah besar secar kuantitas maupun kualitas. Hal ini harus
dapat di manfaatkan sebagai ruang untuk membangun akses pengembangan
output yang dihasilkan pada proses kaderisasi di PMII agar mampu mengisi
ruang-ruang pengabdian dimasyarakat kelak.
Pencapaian kuantitas
anggota tersebut tidak terlepas dari strategi dan metode penjaringan
anggota yang digunakan meskipun dalam perjalanannya terdapat sedikit
ketimpangan secara kuantitas yang seharusnya bisa diminimalisir dengan
kematangan konsep taktis skematik yang mampu ditransformasikan pada tiap
lembaga.
Kelemahan mendasar tersebut membuat ketimpangan
kuantitas anggota terjadi pada lembaga-lembaga lainnya. Sehingga
diperlukan soliditas organ sebagai prasyarat utama agar terbentuk
pemahaman yang masif terhadap metode kaderisasi pada tahapan mapaba.
Tahapan pengawalan kaderisasi pada lingkungan PMII Komisariat
Universitas Jember memiliki tahapan proses yang berantai dan
berkesinambungan, yang tanpa disadari seyogyanya apabila hal tersebut
diskemakan secara rinci dan sistematis akan menjadi suatu metode yang
baik dalam memaksimalkan perebutan basis masa keanggotaan.
Sebelum menginjak pada proses pendidikan formal mapaba, rayon-rayon
dilingkungan PMII Komisariat Universitas Jember sering memaksimalkan
bulan awal saat mahasiswa baru masuk untuk mempersiapkan format kegiatan
pra mapaba yang terangkai dalam bentuk kegiatan yang berorientasi pada
bangunan kedekatan personal, pemahaman dan pengenalan tentang
keorganisasian dan kemahasiswaan dengan bentuk kegiatan non formal
sebagai pondasi awal bagi PMII untuk dapat merebut komunitas baru dalam
lingkup mahasiswa baru sebelum siap memasuki jenjang mapaba.
Jejang persiapan dan pendampingan tersebut nantinya akan berlanjut pada
tahapan pendidikan formal Mapaba dan tindak lanjutnya pada pra
mapabanya. Sehingga dengan metode ini pengurus mampu memaksimalkan ruang
kaderisasi di rayon maupun komisariat untuk mengatur ritme tahapan
pendampingan terhadap anggota berupa penanaman ideologisasi terhadap
anggota. Selain itu pula seleksi dan bentuk pendampingan pada awal
proses pengenalan terhadap PMII ini pada akhirnya akan menciptakan kader
yang memiliki totalitas sebagai anggota PMII.
Kajian dan
diskusi ringan kaderisasi selalu menarik dan tak akan ada habisnya untuk
dibicarakan. Sebab melalui saluran dan pemahaman inilah eksistensi
organisasi akan tetap terus terjaga. Wacana tentang hal tersebut sering
hadir pada ruang-ruang diskusi formal maupun non formal yang hadir
diwarung-warung kopi. Sumbangsih terhadap pemikiran baru terhadap
kaderisasi dilingkungan PMII Komisariat Universitas Jember akan menjadi
suatu jawaban terhadap tantangan dan dinamika perkembangan masyarakat
dewasa ini.
Membentuk bangunan kelembagaan kaderisasi
Kekuatan dan kebesaran institusi kelembagaan PMII Komisariat
Universitas Jember secara basis keanggotaan, secara niscaya tak akan
memberikan kebermanfaatan dalam konteks kaderisasi tanpa adanya
kesadaran bersama akan pemahaman dan tanggung jawab kelembagaan terhadap
pengawalan setiap proses pengkaderan.
Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, bahwa konsepsi yang matang menjadi sesuatu yang
urgent dalam pengkaderan. Sebab berangkat dari hal itulah arahan
kaderisasi dapat ditentukan, akan diarahkan dan dibawa kemana proses
kaderisasi yang telah kita berikan pada para anggota dan kader pada
setiap level lembaga. Pemahaman atas tanggung jawab kaderisasi pun
selayaknya harus berangkat dari bangunan pemahaman akan pentingnya
argumentasi kaderisasi pada individu personal maupun kelembagaan dalam
melangsungkan proses kaderisasi.
Berbicara tentang pemahaman
atas argumentasi kederisasi diatas, yang harus mampu secara tuntas
dipahami dan dimengerti oleh setiap pengkader, disini akan sedikit
dihadirkan pemahaman akan hal tersebut. Argumentasi kaderisasi merupakan
sebuah bentuk pemahaman atas apa yang mendasari kita melakukan proses
kaderisasi. Terdapat 5 argumentasi kaderisasi yaitu argumentasi idealis
yakni sebuah bentuk pewarisan nilai-nilai, argumentasi strategis sebagai
bentuk optimalisasi potensi kader, berikutnya argumentasi praksis yakni
kepentingan untuk memperbanyak anggota, selanjutnya argumentasi
pragmatis dalam kaitannya dengan eksistensi organisasi, dan yang
terakhir argumentasi administratif yaitu menjalankan mandat organisasi .
Dewasa ini pemahaman akan argumentasi kaderisasi tersebut
belum mampu secara masif dipaham oleh para pengurus dan kader yang
memiliki tanggung jawab untuk mengkader. Padahal argumentasi tersebut
menjadi hal dasar yang semestinya telah dimengerti oleh setiap diri
pengkader.
Berangkat dari hal tersebut diatas, dalam proses
berjalannya roda organisasi pada level lembaga rayon masih sering
dijumpai kesenjangan pemahaman akan konsepsi kaderisasi. Sehingga yang
terjadi kesenjangan tersebut berefek pada kinerja kelambagaan tersebut
yang tercermin dari jumlah kuantitas anggota dan kualitas kader yang ada
didalam lembaga tersebut. Kondisi kesenjangan tersebut jika dibiarkan
secara berlarut dapat mengancam eksistensi organisasi.
Melihat
realita kondisi kaderisasi yang belum terkonsep secara hierarki pada
setiap jenjang level organisasi, dirasa perlu adanya bentuk pembagian
wewenang dan tugas setiang elemen organisasi pada poros porsinya dalam
mengawal proses kaderisasi pada setiap jenjangnya sebagai salah satu
bentuk pengawalan yang masif dan konkrit pada konteks proses
pengkaderan.
Berbicara mengenai pembagian wewenang dan tugas
pengawalan kaderisasi tersebut dimaksudkan agar pada setiap level
organisasi tertanam jelas haluan dan sistem pengkaderan yang terkonsep
secara rapih dan sistematis. Dimanakah posisi cabang pada tingkatan
kelembagaannya dalam mengawal kaderisasi, bagaimanakah peran dan porsi
surveillance komisariat dalam memberikan arahan pengkaderan pada level
dibawahnya, serta apa yang harus dilakukan rayon-rayon melalui ruang
prosesnya yang ideal mampu melahirkan anggota dan kader yang loyal dan
progresif.
Wacana mengenai bangunan sistem kaderisasi
serta diskursus mengenai posisi dan peran level kelembagaan yang
menaunginya dalam kontribusi pada pengawalan kaderisasi di wilayah
Jember dan Universitas Jember pada khususnya telah menjadi pembicaraan
dan kajian yang menarik dibicarakan kembali khususnya bagi
sahabat-sahabat kader yang berasal dari kampus umum (baca:Univ.Jember)
semenjak konsepsi kaderisasi “The Leading Sectors” diwacanakan oleh PB
PMII. Tentang rumusan apa yang tepat untuk dijalankan dalam menjalankan
proses kaderisasi di kampus umum. Semoga berangkat dari tulisan singkat
ini, sahabat-sahabat sekalian dapat memetik beberapa point yang kemudian
perlu untuk difikirkan dalam ruang diskusi transaksi gagasan yang
membangun.(bersambung......... ##).
bangunan dalam bingkai organisasi yang utuhlah, proses kaderisasi pada setiap jengjang level pengkaderan akan berjalan maksimal serta mampu memberikan jawaban akan kebutuhan dan permasalahan pengkaderan dewasa ini”
Idiom diatas barangkali dapat dijadikan renungan dan evaluasi bersama akan pentingnya percepatan perubahan dan penyesuaian terhadap tantangan kondisi dinamika masyarakat kekinian baik ditingkatan lokal, regional maupun nasional yang menuntut PMII untuk selalu mencari, memikirkan, dan membuat bangunan formulasi baru yang tepat terhadap kaderisasi dalam konteks adaptasi perubahan. Kondisi ini menuntut PMII untuk selalu membangun solidaritas internal sebagai upaya untuk mewujudkan bangunan kaderisasi yang kokoh, sebagai bagian dari jawaban PMII terhadap tantangan perubahan tersebut .
Forum pertemuan kaderisasi nasional yang diadakan PB PMII pada awal tahun 2012 lalu, memberikan sebuah gambaran terhadap kondisi warga pergerakan (baca:PMII) dalam potret kaderisasi serta kontribusi output yang dihasilkan dewasa ini. Sahabat Dwi Winarno (Ketua Kaderisasi Nasional) pada saat itu menyampaikan bahwa PMII belum mampu menjawab tantangan yang hadir ditengah-tengah masyarakat. Ditengah-tengah berkembang pesatnya pembangunan dan tuntutan perubahan dewasa ini, kader-kader PMII belum mampu mengisi ruang-ruang kosong dalam merebut perubahan terebut.
Tantangan ini yang harus mampu ditangkap oleh setiap kader, agar pada saatnya nanti PMII tidak tertinggal oleh perubahan, dimana sebagaimana hal tersebut selalu hadir sebagai sebuah jawaban atas keluhan kader dalam setiap periode kepengurusan ditingkatan rayon, komisariat, maupun cabang nantinya. Sebab jika kita potret lebih dalam lagi masih banyak ruang-ruang yang seharusnya mampu diisi oleh kader-kader PMII melalui proses kaderisasi yang terkonsep dan berjenjang.
Produk serta formulasi kaderisasi PMII yang telah terskema dengan sistematis dan konseptual belum mampu diterjemahkan dan dipahami secara tuntas oleh kader-kader yang memiliki tanggung jawab dalam setiap proses kaderisasi pada tingkatan level organisasi di PMII. Sehingga dewasa ini yang sering terjadi pada tataran basis kader adalah semangat militansi dan loyalitas kader terkesan semu dan tak terarah, yang disebabkan oleh kurang maksimalnya transformasi dan internalisasi nilai-nilai ke PMII an pada kader melalui formulasi kaderisasi yang ada.
Universitas Jember (UJ) sebagai salah satu kampus umum negeri yang berada di wilayah timur pulau jawa hadir di tengah masyarakat Jember sebagai bentuk partisipasi masyarakat untuk mengangkat kesejahteraan warga Jember melalui berdirinya lembaga pendidikan tinggi. Semangat perubahan yang dicitakan masyarakat Jember melalui pendidikan pada akhirnya akan menciptakan multiplier effect bagi terwujudnya masyarakat Jember yang sejahtera.
Berangkat dari bangunan history dan filosofis lembaga pendidikan tersebut, mahasiswa sebagai bagian civitas akademika yang ada dalam lembaga pendidikan tersebut harus mampu memberikan kebermanfaatan melalui output yang dihasilkan dari sayap-sayap keilmuan fakultatifnya dengan kajian ilmiah dan pendampingan pada masyarakat secara berkelanjutan. Sebagai bentuk pengabdian pada masyarakat dan tanggung jawab keilmuan mahasiswa pada perubahan dan kontrol sosial.
Mahasiswa dan PMII merupakan bagian yang saling berkaitan dan tak terpisahkan. Sebab berawal dari mahasiswalah kita mengenal dan menjadi kader PMII serta berangkat dari ruang-ruang ilmiah dibangku kuliahlah kita diperkenalkan oleh berbagai khasanah wawasan sebagai bekal keilmuan dan modal pengembangan sayap gerakan serta kaderisasi. Input inilah yang nantinya harus mampu diolah dan dimaksimalkan melalui konsepsi dan formulasi kaderisasi yang telah terskema dengan sistematis agar output kader dan alumni yang dihasilkan nantinya mampu memiliki andil dalam menjaga eksistensi organisasi dan penguatan sayap-sayap gerakan untuk mengisi dan merebut ruang-ruang perubahan dalam menciptakan civil society.
Kaderisasi dikampus umum
Model dan formulasi kaderisasi yang dilaksanakan pada proses internalisasi nilai dan pembentukan karakter kader PMII pada level basis kader memiliki karakteristik dan kultur yang berbeda-beda menyesuaikan dengan kondisi lingkungan dan tipologi karakter mahasiswa pada tingkatan lembaga serta fakultatif tertentu. Tahapan mengurai dan menganalisa lebih dalam ini pada akhirnya nanti akan membantu pengurus pada tiap level lembaga dalam menentukan metode, saluran dan arahan output yang ingin dicapai melalui proses kaderisasi tersebut.
Berangkat dari kompleksitas kondisi tersebut, metode kaderisasi yang dijalankan sahabat-sahabat pengurus rayon maupun komisariat memiliki kultur karakteristik dan tantangan yang lebih kompleks dibandingkan dengan yang ada pada kampus-kampus yang berlatar belakang Islam. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi sahabat-sahabat pengurus untuk lebih inovatif dan progresif dalam menjalankan agenda kaderisasi pada setiap lembaganya.
Kekayaan bidang kajian keilmuan yang terdapat dikampus umum, dengan hadirnya bermacam fakultatif keilmuan yang beragam dan secara khusus mempelajari disiplin ilmu tertentu sebaiknya dapat dijadikan modal dasar pengurus untuk dapat memaksimalkan potensi fakultatif tersebut melalui pemetaan dan program pengembangan potensi akademik kader agar dapat dimaksimalkan pada ruang-ruang implementasi keilmuan yang terdapat ditiap jenjang lembaga.
Pengembangan potensi-potensi tersebut diatas akan mampu dijadikan salah satu ruang implementasi nilai yang didapat pada proses pengkaderan di PMII melalui lembaga-lembaga akademik maupun minat bakat kemahasiswaan yang berada di kampus (baca:ormawa).
Selain dari pada itu, penanaman nilai-nilai keIslaman dan pemahaman akan kePMIIan harus mampu disesuaikan dengan porsinya melalui ruang kaderisasi non formal dan ruang-ruang kultural yang ada. Sehingga pemahaman akan nilai-nilai tersebut dapat tersampaikan secara kontekstual maupun tekstual dan akan lebih lunak penyampaian juga pemahamannya serambi mengatur ritme pengkaderan pada tingkatan yang selanjutnya.
Berawal dari bangunan tersebut, PMII pada akhirnya akan mampu menjawab tantangan yang hadir dalam konteks kekinian dengan pergeseran pola pikir dan tingkah laku mahasiswa terhadap pemahaman pentingnya berorganisasi, dengan memberikan jawaban atas kebutuhan mahasiswa.
Menemukan formulasi kaderisasi
PMII Komisariat Universitas Jember secara umum, jika dilihat dari hirarki organisasi memiliki struktur lembaga yang hampir merata pada setiap fakultatif. Secara kelembagaan PMII Komisariat UJ memiliki 7 Rayon yang tersebar menurut fakultatifnya. Berdasarkan kuantitas pada bulan kaderisasi di PMII Komisariat UJ (September-November), anggota yang mampu terjaring dan mengikuti jenjang pendidikan formal mapaba dalam setiap periodenya mencapai 200 anggota menjadikan Universitas Jember menjadi PMII Komisariat kampus umum yang memiliki kuantitas kelembagaan maupun anggota yang besar, baik ditingkatan lokalitas maupun nasional.
Alumni yang tercetak melalui pendidikan formal dibangku perkuliahan dan melalui proses penanaman nilai pada proses pengkaderan di PMII pun juga tak kalah besar secar kuantitas maupun kualitas. Hal ini harus dapat di manfaatkan sebagai ruang untuk membangun akses pengembangan output yang dihasilkan pada proses kaderisasi di PMII agar mampu mengisi ruang-ruang pengabdian dimasyarakat kelak.
Pencapaian kuantitas anggota tersebut tidak terlepas dari strategi dan metode penjaringan anggota yang digunakan meskipun dalam perjalanannya terdapat sedikit ketimpangan secara kuantitas yang seharusnya bisa diminimalisir dengan kematangan konsep taktis skematik yang mampu ditransformasikan pada tiap lembaga.
Kelemahan mendasar tersebut membuat ketimpangan kuantitas anggota terjadi pada lembaga-lembaga lainnya. Sehingga diperlukan soliditas organ sebagai prasyarat utama agar terbentuk pemahaman yang masif terhadap metode kaderisasi pada tahapan mapaba.
Tahapan pengawalan kaderisasi pada lingkungan PMII Komisariat Universitas Jember memiliki tahapan proses yang berantai dan berkesinambungan, yang tanpa disadari seyogyanya apabila hal tersebut diskemakan secara rinci dan sistematis akan menjadi suatu metode yang baik dalam memaksimalkan perebutan basis masa keanggotaan.
Sebelum menginjak pada proses pendidikan formal mapaba, rayon-rayon dilingkungan PMII Komisariat Universitas Jember sering memaksimalkan bulan awal saat mahasiswa baru masuk untuk mempersiapkan format kegiatan pra mapaba yang terangkai dalam bentuk kegiatan yang berorientasi pada bangunan kedekatan personal, pemahaman dan pengenalan tentang keorganisasian dan kemahasiswaan dengan bentuk kegiatan non formal sebagai pondasi awal bagi PMII untuk dapat merebut komunitas baru dalam lingkup mahasiswa baru sebelum siap memasuki jenjang mapaba.
Jejang persiapan dan pendampingan tersebut nantinya akan berlanjut pada tahapan pendidikan formal Mapaba dan tindak lanjutnya pada pra mapabanya. Sehingga dengan metode ini pengurus mampu memaksimalkan ruang kaderisasi di rayon maupun komisariat untuk mengatur ritme tahapan pendampingan terhadap anggota berupa penanaman ideologisasi terhadap anggota. Selain itu pula seleksi dan bentuk pendampingan pada awal proses pengenalan terhadap PMII ini pada akhirnya akan menciptakan kader yang memiliki totalitas sebagai anggota PMII.
Kajian dan diskusi ringan kaderisasi selalu menarik dan tak akan ada habisnya untuk dibicarakan. Sebab melalui saluran dan pemahaman inilah eksistensi organisasi akan tetap terus terjaga. Wacana tentang hal tersebut sering hadir pada ruang-ruang diskusi formal maupun non formal yang hadir diwarung-warung kopi. Sumbangsih terhadap pemikiran baru terhadap kaderisasi dilingkungan PMII Komisariat Universitas Jember akan menjadi suatu jawaban terhadap tantangan dan dinamika perkembangan masyarakat dewasa ini.
Membentuk bangunan kelembagaan kaderisasi
Kekuatan dan kebesaran institusi kelembagaan PMII Komisariat Universitas Jember secara basis keanggotaan, secara niscaya tak akan memberikan kebermanfaatan dalam konteks kaderisasi tanpa adanya kesadaran bersama akan pemahaman dan tanggung jawab kelembagaan terhadap pengawalan setiap proses pengkaderan.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa konsepsi yang matang menjadi sesuatu yang urgent dalam pengkaderan. Sebab berangkat dari hal itulah arahan kaderisasi dapat ditentukan, akan diarahkan dan dibawa kemana proses kaderisasi yang telah kita berikan pada para anggota dan kader pada setiap level lembaga. Pemahaman atas tanggung jawab kaderisasi pun selayaknya harus berangkat dari bangunan pemahaman akan pentingnya argumentasi kaderisasi pada individu personal maupun kelembagaan dalam melangsungkan proses kaderisasi.
Berbicara tentang pemahaman atas argumentasi kederisasi diatas, yang harus mampu secara tuntas dipahami dan dimengerti oleh setiap pengkader, disini akan sedikit dihadirkan pemahaman akan hal tersebut. Argumentasi kaderisasi merupakan sebuah bentuk pemahaman atas apa yang mendasari kita melakukan proses kaderisasi. Terdapat 5 argumentasi kaderisasi yaitu argumentasi idealis yakni sebuah bentuk pewarisan nilai-nilai, argumentasi strategis sebagai bentuk optimalisasi potensi kader, berikutnya argumentasi praksis yakni kepentingan untuk memperbanyak anggota, selanjutnya argumentasi pragmatis dalam kaitannya dengan eksistensi organisasi, dan yang terakhir argumentasi administratif yaitu menjalankan mandat organisasi .
Dewasa ini pemahaman akan argumentasi kaderisasi tersebut belum mampu secara masif dipaham oleh para pengurus dan kader yang memiliki tanggung jawab untuk mengkader. Padahal argumentasi tersebut menjadi hal dasar yang semestinya telah dimengerti oleh setiap diri pengkader.
Berangkat dari hal tersebut diatas, dalam proses berjalannya roda organisasi pada level lembaga rayon masih sering dijumpai kesenjangan pemahaman akan konsepsi kaderisasi. Sehingga yang terjadi kesenjangan tersebut berefek pada kinerja kelambagaan tersebut yang tercermin dari jumlah kuantitas anggota dan kualitas kader yang ada didalam lembaga tersebut. Kondisi kesenjangan tersebut jika dibiarkan secara berlarut dapat mengancam eksistensi organisasi.
Melihat realita kondisi kaderisasi yang belum terkonsep secara hierarki pada setiap jenjang level organisasi, dirasa perlu adanya bentuk pembagian wewenang dan tugas setiang elemen organisasi pada poros porsinya dalam mengawal proses kaderisasi pada setiap jenjangnya sebagai salah satu bentuk pengawalan yang masif dan konkrit pada konteks proses pengkaderan.
Berbicara mengenai pembagian wewenang dan tugas pengawalan kaderisasi tersebut dimaksudkan agar pada setiap level organisasi tertanam jelas haluan dan sistem pengkaderan yang terkonsep secara rapih dan sistematis. Dimanakah posisi cabang pada tingkatan kelembagaannya dalam mengawal kaderisasi, bagaimanakah peran dan porsi surveillance komisariat dalam memberikan arahan pengkaderan pada level dibawahnya, serta apa yang harus dilakukan rayon-rayon melalui ruang prosesnya yang ideal mampu melahirkan anggota dan kader yang loyal dan progresif.
Wacana mengenai bangunan sistem kaderisasi serta diskursus mengenai posisi dan peran level kelembagaan yang menaunginya dalam kontribusi pada pengawalan kaderisasi di wilayah Jember dan Universitas Jember pada khususnya telah menjadi pembicaraan dan kajian yang menarik dibicarakan kembali khususnya bagi sahabat-sahabat kader yang berasal dari kampus umum (baca:Univ.Jember) semenjak konsepsi kaderisasi “The Leading Sectors” diwacanakan oleh PB PMII. Tentang rumusan apa yang tepat untuk dijalankan dalam menjalankan proses kaderisasi di kampus umum. Semoga berangkat dari tulisan singkat ini, sahabat-sahabat sekalian dapat memetik beberapa point yang kemudian perlu untuk difikirkan dalam ruang diskusi transaksi gagasan yang membangun.(bersambung.........
0 komentar:
Posting Komentar