Quo vadis PMII Rayon Fakultas Ekonomi Universitas Jember, dilema diantara kekuasaan dan idealisme



Oleh : Fiqi Karimul Haqqi

            Oktober akhir, PMII Rayon Fakultas Ekonomi Universitas Jember akan melaksanakan agenda besar yang sangat penting. Agenda ini biasanya dilaksanakan di akhir periode kepengurusan untuk menentukan nasib organisasi ini untuk satu periode selanjutnya. Acara ini biasa dikenal dengan RTAR, Rapat Tahunan Anggota Rayon, yang ke XXVII. Artinya PMII Rayon Fakultas Ekonomi Universitas Jember akan memasuki periode kepengurusan yang ke 27, sekarang masih yang ke 26, ini menandakan bahwa sudah ada 26 generasi dan sebentar lagi akan melahirkan generasi ke 27. Ini juga menandakan umur lembaga ini telah mencapai 27 tahun (menurut senior-senior, telah lebih dari 27 tahun, tapi anggap saja 27 tahun agar lebih mudah).


            Ibarat manusia, umur 27 tahun sudah sangat dewasa atau matang. Mampu memilah mana yang baik dan mana yang buruk. Dia mampu bergerak kemana saja untuk menentukan nasibnya sendiri, dll Tapi apakah hal tersebut sama dengan lembaga ini walaupun sama-sama berumur 27 tahun???

            Memang organisasi adalah benda mati, tetapi di dalamnya terdapat orang-orang yang mampu menggerakkan organisasi ini seperti namanya, yaitu Pergerakan. Oleh karena itu, orang-orang yang menggerakkan roda organisasi ini (pengurus) harus memiliki pandangan yang luas agar bisa menahkodai organisasi ini. Pandangan yang luas maksudnya kaya akan ide, gagasan yang membuat organisasi ini mampu bertahan di tengah hempasan gelombang atau jaman yang selalu dinamis. Mampu mengantarkan penumpangnya (kader atau anggota) dalam mencapai pulau tujuan, seperti yang di inginkan oleh tujuan utama organisasi ini yang termaktub dalam anggaran dasar organisasi Bab IV, tentang tujuan organisasi, pasal 4 yaitu terbentuknya pribadi muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah SWT,berbudi luhur, berilmu, cakap dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmunya dan komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia.

            Bertepatan dengan RTAR yang hanya tinggal menghitung hari saja, perlu di adakan grand design dalam menentukan arah pergerakan kita agar tidak mengalami kebuntuan yang mengarah pada kemandegan apalagi mengalami kemunduran.

            Apakah kita harus meng-amini apa yang dikatakan oleh seorang senior mengatakan yang intinya bahwa sudah relevankah arah pergerakan kita, jika di dalam wilayah pergerakan (dalam hal ini rayon yaitu fakultas) kita telah mengalami kemandegan? Ataukah kita harus mengambil wilayah yang lebih luas lagi, yaitu terjun ke masyarakat??

            Ketika kita telah bosan atau jenuh dengan wilayah pergerakan yang mungkin terlalu sempit dan hanya itu-itu saja, bisa dikatakan monoton perlu ada objek yang baru agar kebosanan atau kejenuhan itu lenyap sehingga kita bisa selalu dinamis pada akhirnya. Mungkin itu maksud dari pernyataan senior di atas ataukah mungkin saya salah persepsi.

            Sepintas memang benar adanya kondisi yang di paparkan oleh seorang senior tadi, tapi apabila di nalar secara logika, apakah bisa jika lingkup itu kita masih bisa dikatakan belum tuntas, lantas kita berpindah haluan yang ke arah yang lebih luas lagi???

            Bukan bermaksud untuk pesimis, tapi lebih baik kita mengkaji lebih dahulu apa penyebabnya mengapa hal itu bisa terjadi. Karena menurut hemat saya, menyelesaikan masalah harus tuntas dengan meruntut terlebih dahulu dari akarnya. Bukan malah menyelesaikan masalah yang belum selesai dengan masalah baru yang akhirnya menumpuk masalah. Setelah masalah tersebut di ketahui ujung pangkalnya, maka harus segera di obati agar bisa kembali sebagaimana mestinya.

            Bukankah kita di haruskan melakukan sesuatu dengan sistematis, step by step, dan sesuai dengan porsinya. Jika pada step awal kita mengalami masalah maka langkah selanjutnya adalah mencari penyebab masalah tersebut, agar bisa melangkah ke step yang lebih tinggi lagi. Jika semisal kita ngotot untuk melangkahi step yang seharusnya di lewati maka kalau boleh saya mengatakan itu sama saja dengan melewati jalan pintas atau instan. Itu sama juga dengan melanggengkan budaya instan di organisasi ini. "Bagaimana akan membangun bangsa ini jika dengan budaya instan???"

            RTAR hanya tinggal sekejap mata, mungkin sudah seharusnya kita merenung dan  berpikir ulang mau di arahkan kemana bahtera organisasi ini. Apakah mengikuti arus terombang ambing dalam ketidakjelasan, atau kita sebaiknya melempar jangkar di tengah lautan sementara pulau tujuan belum nampak??? (mudah di ucapkan tapi susah di laksanakan, bukan? Gus Dur)

0 komentar:

Posting Komentar