Maknawiyah Hijrah Rosulluallah SAW(Refleksi 1 Muharrom)



Oleh : Kader PMII Rayon Fakultas Ekonomi UJ

Apakah peristiwa Hijrah Nabi dari Makkah ke Yatsrib (yang kelak diubah namanya menjadi Madinah) itu semata-mata peristiwa historis-sosiologis, ataukah merupakan peristiwa yang mengandung makna keruhanian yang besar semata? Jawabnya dapat diberikan dari berbagai segi. Jika diingat bahwa Nabi s.a.w. melakukan Hijrah itu hanya setelah mendapatkan petunjuk dan izin Allah (seperti dapat disimpulkan dari turunnya berbagai firman suci yang memberi isyarat kepada Nabi bahwa peristiwa besar itu akan terjadi dan akan merupakan titik balik bagi kemenangan beliau serta kaum beriman, dan seperti juga dengan jelas dapat dipahami dari percakapan Nabi dengan Abu Bakr pada saat-saat terakhir sebelum meninggalkan Makkah). Peristiwa Hijrah juga dapat disebut sebagai peristiwa kesejarahan karena dampaknya yang demikian besar dan dahsyat pada perubahan sejarah seluruh umat manusia. Kalau sebuah buku yang membahas tokoh-tokoh umat manusia sepanjang sejarah menempatkan Nabi Muhammad s.a.w. sebagai yang terbesar dan paling berpengaruh daripada sekalian tokoh, bukti dan alasan penilaian dan pilihan itu antara lain didasarkan kepada dampak kehadiran Nabi dan agama Islam, yang momentum kemenangannya terjadi karena peristiwa Hijrah. Dari sudut pandang ini tepat sekali tindakan Khalifah Umar ibn al-Khaththab untuk memilih Hijrah Nabi sebagai titik permulaan penghitungan kalender Islam, dan bukan, misalnya, memilih kelahiran Nabi (yang saat itu tentunya belum menjadi seorang Nabi, melainkan hanya seorang bayi Muhammad).

Mengingat pada September 622, ada rencana pembunuhan terhadap Nabi Muhammad SAW, maka secara diam-diam Nabi Muhammad bersama sahabat, Abu Bakar pergi meninggalkan kota Mekkah. Sedikit demi sedikit, Nabi Muhammad dan pengikutnya berhijrah ke Yastrib 320 kilometer (200 mil) utara kota Mekkah. Yastrib setelah Nabi datang kemudian berubah nama menjadi Madinat un-Nabi, yang berarti "kota Nabi", tapi kata un-Nabi menghilang, dan hanya disebut Madinah, yang berarti "kota". Penanggalan Isalm yang disebut Hijriah dicetuskan oleh Umar bin Khattab pada tahun 638 atau 17 tahun setelah peristiwa hijrah.

Menurut Quraish Shihab, salah satu renungan itu adalah merefleksikan peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW. Hijrahnya Nabi SAW adalah bentuk optimisme dan hijrah mengandung nilai dan peradaban. Ketika Nabi SAW hijrah menuju kota yang disebut Yastrib, jelasnya, beliau lantas merubah nama kotanya menjadi Madinah, disitulah Nabi memulai sebuah peradaban baru dan nilai-nilai baru yang ditanamkan, yang kini populer kita kenal sebagai masyarakat madani. Sikap optimisme yang ditunjukkan Nabi SAW penting untuk dijadikan pembelajaran ketika kita menghadapi krisis seperti yang terjadi saat ini. Disamping itu, kebersamaan juga merupakan salah satu kunci keberhasilan mencapai perubahan.

Secara  maknaiyah hijrah dibedakan menjadi 4 macam, yaitu:

A.    Hijrah I’tiqadiyah

Yaitu hijrah keyakinan. Iman bersifat pluktuatif, kadang menguat menuju puncak keyakinan mu’min sejati, kadang pula melemah mendekati kekufuran Iman pula kadang hadir dengan kemurniannya, tetapi kadang pula  bersifat sinkretis, bercampur dengan keyakinan lain mendekati memusyrikan. Kita harus segera melakuakn hijrah keyakinan bila berada di tepi jurang kekufuran dan kemusyrikan keyakinan. Dalam konteks psikologi biasa disebut dengan konversi keyakinan agama. Sebagai contoh Umar Ibnu Khattab dalam Islam dan Santo Paulus dalam Kristen.

B.    Hijrah Fikriyah 

Fikriyah secara bahasa berasal dari kata fiqrun yang artinya pemikiran. Seiring perkembangan zaman, kemajuan teknologi dan derasnya arus informasi, seolah dunia tanpa batas. Berbagai informasi dan pemikiran dari belahan bumi bisa secara oline kitya akses.

Dunia yang kita tempati saat ini, sebenarnya telah menjadi medan perang yang kasat mata. Medan perang yang ada tapi tak disadari keberadaannya oleh kebanyakan manusia gendeang perang telah dipukul dalam medan yang namanya “Ghoswul Fikr” (baca: Perang pemikiran). Tak heran berbagai pemikiran telah tersebar di medan perang tersebut laksana dari senjata-senjata perengut nyawa. Isu sekularisasi, kapitalisasi, liberalisasi, pluralisasi, dan sosialisasi bahkan momunisasi telah menyusup ke dalam sendi-sendi dasar pemikiran kita yang murni. Ia menjadi virus ganas yang sulit terditeksi oleh kacamata pemikiran Islam. Hijrah fikriyah menjadi sangat penting mengingat kemungkinan besar pemikiran kita telah terserang virus ganas tersebut. Mari kita kembali mengkaji pemikiran-pemikiran Islam yang murni. Pemikiran yang telah disampaikan oleh Baginda Nabi Muhammad Saw, melalui para sahabat tabi’in, tabi’it, tabi’in dan para generasi pengikut shalaf.

“Rasulullah Saw bersabda: Umatku niscaya akan mengikuti sunan (budaya, pemikiran, tradisi, gaya hidup) orang-orang sebelum kamu, sejengkal demi sejengkal, sehasta-demi sehasta, sehingga mereka masuk ke lubang biawak pasti umatku mengikuti mereka. Para sahabat bertanya: Ya Rasulullah apaakh mereka itu orang-orang Yahudi dan Nasrani ? Rasulullah menjawab: Siapa lagi kalau bukan mereka.

C.    Hijrah Syu’uriyyah 

Syu’uriyah atau cita rasa, kesenangan, kesukaan dan semisalnya, semau yang ada pada diri kita sering terpengaruhi oleh nilai-nilai yang kuarng Islami Banyak hal seperti hiburan, musik, bacaan, gambar/hiasan, pakaian, rumah, idola semua pihak luput dari pengaruh nilai-nilai diluar Islam. Kalau kita perhatikan, hiniran dan musik seorang muslim takjauh beda dengan hiburannya para penganut paham permisifisme dan hedonisme, berbau hutra-hura dan senang-senang belaka.
Mode pakain juga tak kalah pentingnya untuk kita hiraukan Hijrah dari pakaian gaya jahiliyah menuju pakaian Islami, yaitu pakaian yang benar-benar mengedepankan fungsi bukan gaya. Apa fungsi pakaian ? Tak lain hanyalah untuk menutup aurat, bukan justru memamerkan aurat. Ironis memang banyak diantara manusia berpakaian tapi aurat masih terbuka. Ada yang sudah tertutup tapi ketat dan transparan, sehingga lekuk tubuhnya bahkan warna kulitnya terlihat. Konon, umat Islam dimanjakan oleh budaya barat dengan 3 f, food, fan, fashan.

D.    Hijrah Sulukiyyah  

Suluk berarti tingkah laku atau kepribadian atau biasa disebut juag akhlaq. Dalam perjalanannya ahklaq dan kepribadian manusia tidak terlepas dari degradasi dan pergeseran nilai. Pergeseran dari kepribadian mulai (akhlaqul karimah) menuju kepribadian tercela akhlaqul sayyi’ah). Sehingga tidak aneh jika bermuculan berbagai tindak moral dan asusila di masyarakat. Pencurian, perampokan, pembunuhan, pelecehan, pemerkosaan, penghinan dan penganiyaan seolah-olah telah menjadi biasa dalam masyarakat kita. Penipuan, korupsi,, prostitusi dan manipulasi hampir bisa ditemui di mana-mana. Dalam moment hijrah ini, sangat tepat jika kita mengkoreksi akhlaq dan kepribadian kita untuk kemudian menghijrahkan akhlaq yang mulia.

NB :
tor diskusi rutin keislaman " maknawiyah hijrah rosulluallah SAW (Refleksi 1 muharrom)".
mohon dibaca sahabt/i sebagai pengantar diskusi besok selasa, 20 november 2012
pukul, 18.30 WIB di Mabes PM11 Rayon Ekonomi.
Fasilitator sahabt Ali Mashudi

0 komentar:

Posting Komentar