Oleh : Deviana Bunga Bangsa
Saya menekankan bahwa keturunan (genos) Yunani, dengan penghormatan kepada dirinya sendiri, miliknya (sebagaimana dalam rumah tangga yang sama) dan bersanak-keluarga; dan dengan hormat kepada barbar, orang asing dan alien. Kemudian ketika warga Yunani berperang dengan barbar dan barbar dengan Yunani, kami akan menegaskan bahwa mereka dalam peperangan dan merupakan musuh secara alami.
Plato, The Republic
Istilah genos yang digunakan oleh Plato merujuk pada familiaritas yang mengikatkan semua yang dilahirkan oleh Hellenes. Apa karakter dari komunitas-komunitas yang ditunjukkan oleh istilah seperti pada biblical Ibrani goy dan Yunani genos? Komunitas ini mempunyai sesuatu untuk diperbuat dengan kelahiran, wilayah, dan menjadi relasi dengan cara tertentu, serta kekerabatan dari sejumlah hal. Apakah komunitas kuno ini merupakan ‘bangsa’?
Disini kita akan mencermati tendensi manusia untuk memisahkan diri mereka sendiri dari lainnya dan menjadi masyarakat berbeda yang kita sebut bangsa. Mengenali fenomena ini, harus diakui juga bahwa umat manusia memperlihatkan tendensi lain, ketika mereka terlibat dalam aktivitas di luar yang justru menyatukan masyarakat. Salah satu contoh menonjol mengenai aktivitas dan korespondensi konsepsinya yang membawa manusia dalam kebersamaan adalah agama dan perdagangan.
Banyak orang yang keliru menggunakan istilah ‘nasionalisme’ sebagai sinonim ‘bangsa’. Nasionalisme merujuk pada sekelompok keyakinan mengenai bangsa. Bangsa tertentu akan memiliki pandangan berbeda mengenai karakternya; karenanya, untuk sembarang bangsa akan ada keyakinan berbeda dan saling berkompetisi mengenainya, yang seringkali bermanifestasi sebagai perbedaan politik.
Diskriminasi nasionalisme adalah keyakinan bahwa bangsa merupakan satu-satunya tujuan yang layak untuk dicita-citakan. Ketika keyakinan mengenai bangsa seperti ini menjadi lebih utama, ia dapat mengancam kebebasan individu. Apalagi, nasionalisme kerapkali memandang bahwa negara lain adalah lawan yang tak dapat dikompromikan bagi bangsanya.
Bangsa adalah wilayah komunitas dari tanah kelahiran. Bangsa-bangsa muncul seiring waktu sebagai hasil dari banyak proses sejarah. Misalnya, tidak akan ada bangsa Inggris jika tidak terdapat ingatan mengenai Raja Saxon, Alfred (849-899 M) dan ‘hukum kebajikan lama’.
Kejadian-kejadian yang digambarkan oleh ingatan semacam ini mungkin secara factual tidak akurat: misalnya, sepuluh tulah (malapetaka) ketika bangsa Israel Kuno keluar dari tanah Mesir, atau kaisar Jepang keturunan Amaterasu. Apakah ia secara sejarah akurat atau tidak, ingatan-ingatan ini berkontribusi untuk memahami masa kini yang membedakan suatu bangsa dari bangsa lainnya.
Seiring pemikiran individu berkembang terhadap berbagai konteks, seperti keluarga atau institusi pendidikan berbeda, ia mencari tradisi-tradisi yang berfluktuasi dan berbeda-beda yang ‘berada di tangan’. Tradisi ini menjadi masuk ke dalam pemahaman individu terhadap dirinya sendiri.
Bangsa adalah hubungan social dari kesadaran diri kolektif. Istilah ini tidak mengimplikasikan eksistensi sekelompok pikiran atau kombinasi insting biologis, seperti kalau manusia menjadi sebuah koloni semut. Tetapi ia lebih merujuk kepada hubungan social dari tiap sejumlah individu sebagai konsekuensi dari individu-individu tersebut berpartisipasi pada perkembangan tradisi yang sama. Properti atau kualitas tradisi diakui dimana membedakannya dari pihak lain; mereka menjadi batasan hubungan social yang memungkinkan kita membedakan antara ‘kita’ dari ‘mereka’.
Bangsa dibentuk di antara tradisi yang dipegang bersama dan ia tidak sekedar mengenai masa lalu yang membedakan, tetapi terdapat masa lalu yang menempati suatu ruang atau lokasi tertentu. Pada situasi seperti ini, keberadaan suatu ‘masyarakat’ yang dibentuk oleh kewilayahan dan diyakini akan bertahan seiring dengan waktu; dan inilah apa yang dimaksud dengan istilah ‘bangsa’. Rakyat mempunyai tanah airnya, dan tanah air memiliki rakyatnya. Bangsa adalah relasi social dengan kedalaman sementara dan wilayah yang berbatasan.
Bangsa adalah komunitas kekerabatan, berbatasan secara spesifik, secara teritorial luas, komunitas kelahiran yang erat untuk sementara waktu. Terdapat sejumlah orang yang memiliki pemikiran ini, karena relasi yang mengikat dalam jangka waktu lama, bangsa menandakan kondisi ideal dari persatuan yang bebas konflik.
Cinta yang dimiliki seseorang terhadap bangsanya diistilahkan sebagai ‘patriotisme’.
Ketika seseorang membelah dunia menjadi dua kubu yang tak bisa saling terekonsiliasi dan terus berseteru-bangsa seseorang merupakan lawan dari bangsa lain-di mana kemudian dipandang sebagai lawan yang tidak bisa didamaikan, maka, berlawanan dengan patriotisme terdapat ideologi nasionalisme. Nasionalisme menolak kebudayaan dan perbedaan di mana ia diteloransi dengan mencoba menghapuskan semua pandangan dan kepentingan berbeda demi kebaikan satu visi dari apa yang telah dan seharusnya dilakukan suatu bangsa.
Nasionalisme tidak mengenal kompromi; ia berusaha mngenyampingkan banyak kerumitan yang selalu menjadi bagian kehidupan sebagaimana pada kenyataannya. Pembentukan bangsa secara territorial akan melingkupi sejumlah lokalitas yang berbeda. Sementara, secara ruang desa, kota dan wilayah yang lebih kecil akan terus eksis, penghuninya memahami bahwa mereka merupakan bagian dari bangsa.
Pembentukan Negara nasional, apakah dari sisi sejarah merupakan perkembangan dari Negara menjadi bangsa atau bangsa menjadi Negara, dibebani dengan kerumitan berbagai prosesdan kemelekatan berbeda. Sebagaimana diamati, salah satu konsekuensi dari kerumitan ini adalah banyak Negara nasional berisikan kemelekatan rfeggional yang dideklarasikan atau bahkan bangsa lain. Sekali lagi, hubungan territorial dar bangsa secara budaya hanya relative seragam.
Seseorang dapat memahami bangsa sebagai alat organisasi kehidupan. Ketika seorang individu dilahirkan, dia harus menyesuaikan dirinya dengan bangsa yang sudah eksis, yang terus eksis ketika individu itu meninggal. Karakter waktu dari ‘sudah eksis’ dan ‘terus eksis’menandakan tradisi di sekitarnya di mana hubungan social dari bangsa dibentuk, misalnya bahasa nasional adalah trans-individu; yakni, eksistensinya tidak tergantung pada satu individu tertentu, dan pada pengertian ini, ia adalah ‘obyektif’. Dalam teori politik, kehilangan legitimasi dikenal sebagai ‘penarikan persetujuan’. Jika ini terjadi bangsa beresiko mengalami perpecahan. Titik yang penting adalah mengakui bahwa semua bangsa, dengan tingkat berbeda, selalu mengalami perubahan.
Hukun nasional Negara memperluas hubungan social dalam pengertian bahwapenerapan konsistennya di seluruh negeri menghasilkan penggabungan dari populasi yang sebelumnya berbeda secara budaya.
Mereka adalah anak-anak dari tanah, berdiam dan hidup di tanahnya sendiri… Adalah benar bahwa kita seharusnya memulai dengan memuji tanah yang merupakan ibu mereka… Sebagaimana wanita membuktikan keibuannya dengan memberikan susu kepada anak kecilnya, jadi mengerjakan ini ppada tanah kita membuktikan bahwa dia adalah ibu dari para pria, di mana pada hari-hari ini dia sendirian dan pertama-tama membawakan gandum dan jelai untuk makanan manusia.
Plato, Menexeus
Mereka yang tertarik dalam memahami bangsa dan nasionalisme harus mempertimbangkan signifikasi kata-kata tertentu yang dipakai secara meluas dalam percakapan sehari-hari, ibu pertiwi, fatherland, dan tanah air. Masing-masing dari tiga kata ini merupakan kombinasi dari dua istilah. Kata pertama dan kedua masing-masing mengkombinasikan, istilah ‘ibu’ dan ‘ayah’, di mana keduanya merujuk pada relasional keturunan dari anak pada mereka yang secara langsung bertanggungjawab untuk generasi biologisnya, dengan istilah ‘tanah’, yang menghantarkan imej wilayah yang luas tapi memiliki batas. Kata ketiga ‘tanah air’, mengombinasikan referensi pada kediaman keluarga dan wilayah terdekat dimana bayi dikandung, dipelihara, dan menjadi dewasa dengan gambaran wilayah yang lebih meluas. Kombinasi istilah ini mmenyiratkan kategori pengklasifikasian kekerabatan. Namun, ini adalah bentuk kekerabatan yang mengitari di seputaran imej wilayah yang memiliki perbatasan.
Gagasan tiga kata ini adalah membagikan konsep terhadap ‘tanah asal’ seseorang. Ini ditemukan pada semua periode sejarah dan di seluruh peradaban, mulai dari biblical Ibrani ’ezrach ha ‘arets (penduduk asli tanah) dan Yunani kuno patris hingga Latin patria (fatherland) dan Arab watan (semula bernama desa atau kota kelahiran seseorang, dan kemudian menjadi bangsa) seperti pada mahabbat al-watan (cinta tanah air). Pemunculan tiga kata ini pada suatu titik tertentu di suatu waktu bisa jadi mengindikasikan eksistensi bangsa, tapi bisa juga tidak. Namun, ketiganya merujuk pada tanah kelahiran seseorang, mulai dari desa hingga wilayah suku sampai dengan bangsa.
Salah satu alasan bagi keteguhan dan pentingnya bangsa adalah manusia terobsesi dengan daya hidup, yang terpenting adalah asal mulanya. Sebagai konsekuensi dari daya hidup ini, mereka membentuk hubungan di sekitar asal-usul tadi. Contoh paling jelasnya adalah keluarga, berpusat di sekitar ibu dan ayah sebagai sumber kehidupan.
Ada kecenderungan bahwa obsesi sedemikian berperan bagi persistensi pembentukan, meskipun secara sejarah berubah-ubah, dari struktur kekerabatan yang berbeda. Kompleksitas yang dihadapi oleh bangsa atas pembentukan struktur kekerabatan ini adalah ia memperkenalkan wilayah yang luas tetapi memiliki perbatasan sebagai elemen lebih jauh dalam obsesi dengan daya hidup ini.
Namun, ini bukanlah satu-satunya makna di seputaran di mana manusia mengelolah diri mereka sendiri. Terdapat hubungan yang melewati batas kewajaran atas obsesi terhadap daya hidup, sebagaimana mereka memperhatikan cara hidup yang layak.
Tugas dari politik bukan untuk menyangkali orientasi berbeda dari tingkah laku manusia ini. Guna memperjuangkan tanpa kompromi salah satu diantara orientasi tersebut dengan mengorbankan orientasi lain hanya akan mengundang daya pikat totaliter dengan salah satu dari ekspresi ideologisnya, apakah nasionalisme atau fundamentalisme.
Kolom
Arsip
- Mei 2016 (1)
- Januari 2014 (1)
- Juli 2013 (1)
- Juni 2013 (3)
- Mei 2013 (7)
- Maret 2013 (7)
- Februari 2013 (1)
- Januari 2013 (13)
- Desember 2012 (4)
- November 2012 (21)
- Mei 2012 (3)
Kotak
Rekening Alumni PMII Fakultas Ekonomi
Bank : BRI
No. Rekening : 0872.01.023276.53.2
An. Alumni PMII FEB UNEJ
Partisipasi dan Donasi Sahabat Sahabati untuk Pengadaan Sekretariat Permanen
" Tangan Terkepal dan Maju ke Muka"
Bank : BRI
No. Rekening : 0872.01.023276.53.2
An. Alumni PMII FEB UNEJ
Partisipasi dan Donasi Sahabat Sahabati untuk Pengadaan Sekretariat Permanen
" Tangan Terkepal dan Maju ke Muka"
0 komentar:
Posting Komentar